Tuberkulosis (TBC) adalah salah satu penyakit menular yang masih menjadi tantangan kesehatan global, termasuk di Indonesia. Meskipun sudah ada program penanggulangan yang gencar dilakukan, peningkatan kasus TBC masih terus terjadi. Salah satu faktor yang turut memperburuk kondisi ini adalah kebiasaan merokok, terutama di kalangan remaja dan dewasa muda. Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, individu yang berokok lebih dari 10 tahun dan merokok lebih Dari 10 batang per hari maka memiliki peluang tiga kali lipat lebih tinggi untuk terkna tuberkulosis dibandingkan mereka yang tidak merokok. Hubungan antara merokok dan peningkatan angka TBC menjadi semakin jelas dalam beberapa tahun terakhir, seiring dengan prevalensi kebiasaan merokok yang tinggi di kelompok usia produktif ini.
Merokok dan TBC: Dua Kombinasi Berbahaya
Merokok, baik aktif maupun pasif, telah terbukti meningkatkan risiko berbagai penyakit paru-paru, termasuk TBC. Asap rokok mengandung ribuan bahan kimia berbahaya yang merusak sistem pernapasan, sehingga memperlemah kemampuan tubuh untuk melawan infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis, penyebab TBC. Kerusakan jaringan paru-paru akibat merokok juga membuka jalan bagi bakteri untuk berkembang biak dengan cepat.
Dalam konteks Indonesia, di mana merokok masih dianggap hal yang umum dan bagian dari budaya, terutama di kalangan pria dewasa dan remaja, masalah ini semakin rumit. Data menunjukkan bahwa perokok di Indonesia terus meningkat, dengan tren merokok di usia muda semakin mengkhawatirkan. Berdasarkan laporan dari Kementerian Kesehatan, prevalensi merokok di kalangan remaja meningkat signifikan dalam beberapa dekade terakhir, yang secara tidak langsung turut memengaruhi angka infeksi TBC di kalangan usia produktif.
Remaja dan Merokok: Pintu Masuk TBC
Remaja, sebagai kelompok usia yang sedang dalam fase eksplorasi dan pembentukan identitas, sering kali terjebak dalam kebiasaan merokok akibat tekanan sosial, iklan, atau pengaruh lingkungan. Kebiasaan ini, yang dimulai sejak usia muda, meningkatkan risiko mereka terpapar penyakit paru-paru kronis, termasuk TBC. Studi menunjukkan bahwa perokok muda memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena TBC dibandingkan dengan non-perokok, karena paru-paru mereka lebih rentan terhadap infeksi.
Selain itu, remaja yang merokok juga sering kali berada dalam lingkungan yang terpapar asap rokok (secondhand smoke), yang menambah risiko mereka. Keterpaparan jangka panjang terhadap asap rokok memperburuk kondisi paru-paru dan menurunkan kemampuan tubuh untuk melawan infeksi. Ketika bakteri TBC masuk ke dalam tubuh melalui udara, paru-paru yang sudah rusak akibat asap rokok lebih sulit melawan dan menghentikan perkembangan infeksi.
Dewasa Muda dan Peningkatan Kasus TBC
Menurut WHO, 34,5% orang dewasa, atau 70,2 juta orang, menggunakan tembakau. Persentase penggunaan tembakau pada laki-laki adalah 65,5% dan pada perempuan 3,3%. Di kalangan dewasa muda, merokok tidak hanya meningkatkan risiko terkena TBC, tetapi juga memperburuk kondisi pasien yang sudah terinfeksi. Perokok yang terdiagnosis TBC cenderung mengalami gejala yang lebih parah, seperti batuk yang tak kunjung reda, sesak napas, dan penurunan berat badan yang lebih drastis. Merokok juga dapat memperlambat proses penyembuhan pasien TBC, karena zat kimia dalam rokok dapat mengganggu efektivitas pengobatan antituberkulosis.
Selain itu, perokok TBC memiliki kemungkinan lebih besar untuk menularkan penyakit kepada orang lain. Batuk yang sering dialami oleh perokok menjadi media penyebaran bakteri TBC melalui udara, sehingga risiko penularan kepada anggota keluarga, teman, atau kolega menjadi lebih tinggi. Situasi ini menjadi salah satu penyebab utama meningkatnya angka penularan TBC di masyarakat.
Tantangan dalam Penanggulangan TBC dan Merokok
Meningkatnya angka kasus TBC yang dikaitkan dengan kebiasaan merokok di kalangan remaja dan dewasa muda merupakan tantangan serius dalam upaya penanggulangan TBC. Di satu sisi, kampanye antimerokok sudah banyak dilakukan, namun masih belum mampu sepenuhnya menekan prevalensi merokok di kalangan usia produktif. Target eliminasi TBC 2030 bisa dicapai apabila didukung komitmen dan kolaborasi yang kuat dari seluruh pemangku kepentingan termasuk masyarakat.
Pemerintah dan lembaga kesehatan perlu berkolaborasi untuk memperkuat program edukasi mengenai bahaya merokok, khususnya bagi kelompok usia remaja dan dewasa muda. Mengintegrasikan kampanye antirokok dengan program penanggulangan TBC bisa menjadi solusi efektif untuk menurunkan angka infeksi TBC sekaligus mengurangi jumlah perokok di Indonesia.
Sumber: